INDONESIAMAGZ – Ogoh ogoh kerap muncul dalam perayaan Nyepi. Bentuknya unik dan ukurannya bervariasi, tetapi penampilan pada umumnya seperti boneka raksasa atau patung dengan bentuk yang menyeramkan.
Keberadaan Ogoh-ogoh tersebut ternyata tidak hanya terkenal dalam kebudayaan Bali. Di dalam sejarah perkembangan budaya, Ogoh-ogoh juga sampai ke Batavia dan memengaruhi kebudayaan masyarakat Betawi.
Seperti dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, salah satu jejak pengaruh bangsa Bali pada kebudayaan Betawi adalah kesenian Ondel-ondel.
Orang-orangan raksasa ini berasal dari kesenian Barong Landung Bali. Selain ogoh ogoh, jejak budaya Bali yang terekam di Batavia juga terlihat dari tatanan bahasa suku Betawi.
Seperti akhiran-in dalam bahasa Betawi, misalnya dalam kata: mainin, nambahin, panjatin, dan lainnya merupakan hal yang lazim dalam tata bahasa Bali.
Pengaruh budaya Bali ini terbawa saat penyebaran orang Bali ke luar Pulau Bali. Sebagian besar orang Bali di Batavia didatangkan sebagai budak belian.
Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktek perbudakan.
Tercatat pada tahun 1673, ketika itu penduduk Kota Batavia berjumlah 27.086 jiwa dan sudah terdapat sekitar 981 orang Bali.
Orang Bali memiliki jumlah yang besar, mereka bertempat tinggal di sejumlah kampung di luar kota, yaitu Kampung Krukut, Kampung Angke, dan Kampung Pisangan Batu, yang menurut de Haan telah ada sejak tahun 1687.
Satu kampung baru untuk orang Bali adalah Kampung Gusti yang dibangun pada tahun 1709 (Haris, 2007).
Menurut data tahun 1779, Etnis Banda bertempat di luar benteng kota, terutama di depan kota bagian barat dan timur.
Pada tahun 1715. Itulah penyebab masih tersisanya kosa-kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini.